Sejarah Desa
Desa Tanjung Pinang, Kab Ogan Ilir
Desa Tanjung Pinang, Kab Ogan Ilir
Desa Tanjung Pinang terletak di kecamatan Tanjung Batu Ogan Ilir, sekitar 10 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Ogan Ilir yaitu Indralaya. Desa ini berbatasan langsung dengan desa Limbang Jaya. Menurut cerita rakyat yang berkembang di masyarakat. Pada abad ke-6 Masehi , seorang pangeran bernama Bronjong dan istrinya, Suryani, merantau dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Dalam perjalanan mereka, tiba di suatu tempat yang bernama “Payo Pinang” dan mendirikan hunian di sana. Suatu hari, mereka kedatangan tamu agung dari keluarga kerajaan yang singgah di rumah mereka karena hujan deras. Dengan sangat ramah, Pangeran Bronjong menyambut tamu dan memperilahkan mereka masuk ke dalam rumah, lalu menyuguhkan makanan, minuman, dan sekapur sirih sebagai kehormatan. Saat menyajikan sekapur sirih, buah pinang yang dibelah terpental dan terbawa arus air. Suryani berusaha mengejar buah pinang tersebut hingga menemukan tempat dengan banyak pohon pinang. Setelah kembali, Suryani menceritakan pengalamannya dan mengungkapkan keinginannya untuk pindah dari Payo Pinang ke tempat yang baru ditemukan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk pindah ke tempat tersebut, yang kemudian dikenal sebagai Desa Tanjung Pinang.
Setelah Pangeran Bronjong dan Suryani menetap di tempat yang baru, mereka mulai mengembangkan kehidupan mereka di Desa Tanjung Pinang. Mereka bercocok tanam dan hidup bertahun-tahun dengan membangun kehidupan yang stabil. Desa ini berkembang menjadi cukup besar berkat kegiatan pertanian dan kebun yang dikelola oleh masyarakat desa. Keterampilan membuat peralatan dari besi yang dimiliki oleh Pangeran Bronjong juga menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat setempat. Selain itu, teknik menenun kain yang diperkenalkan oleh Suryani turut berkontribusi pada ekonomi desa. Keterampilan dalam produksi alat-alat dari besi dan menenun kain menjadi dasar penting bagi ekonomi desa yang tumbuh pesat.
Budaya dan tradisi Desa Tanjung Pinang sangat dipengaruhi oleh warisan Pangeran Bronjong dan Suryani. Masyarakat desa mempertahankan keterampilan dalam membuat peralatan besi dan seni menenun kain yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi menghormati tamu dengan suguhan sekapur sirih menjadi bagian penting dari budaya lokal. Selain itu, legenda menyebutkan bahwa Tanjung Pinang pernah menjadi pusat pelatihan pasukan di bawah komando Pangeran Bronjong, yang dikaitkan dengan sejarah kerajaan Majapahit. Tradisi dan budaya pandai besi serta menenun ini masih dipraktikkan hingga saat ini, dan keberadaan makam Pangeran Bronjong menjadi simbol penting dari asal usul dan perkembangan desa.